Rabu, 13 Mei 2009

Mengapa Mr Kim Diistimewakan?


LAPORAN, Selasa, 2008 Juli 22

Majelis hakim ternyata meremehkan kerja keras petugas polisi saat memburu terdakwa kasus penipuan Kim Hye Yong. Pasalnya, kini status WNA asal Korea Selatan yang semula mendekam di sel LP Cipinang itu beralih menjadi tahanan kota.

Waktu itu, petugas Mabes Polri benar-benar kesulitan menghadirkan Kim Hye Yong (49) ke meja penyidik untuk dimintai keterangan. Berbagai cara yang sesuai dengan prosedur telah dilakukan, namun warganegara Korea Selatan itu tetap saja tak terlihat batang hidungnya.

Merasa telah kehilangan jejak, Mabes Polri kemudian menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Asuransi Hanjin Korindo (AHK) itu ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Penetapan ini tertuang dalam No Pol: DPO/R/08/V/2008/Dit II Eksus yang ditandatangani Direktur II Ekonomi Khusus Kombes Pol Edmon Ilyas pada tanggal 26 Mei 2008.

Setelah sekian bulan melakukan pelarian, rupanya Kim Hye Yong tak tahan. Tepat pada 12 Juni 2008, buronan Mabes Polri itu kemudian menyerahkan diri. Tanpa proses lebih lanjut lagi, tersangka penipuan terhadap mitra bisnisnya itu langsung diserahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.

Selanjutnya, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yeni Trimulyani dan Erni Maramba, pelaku penipuan perusahaan asuransi PT LIG Insurance Indonesia sebesar Rp 2,5 miliar itu langsung ditetapkan sebagai penghuni hotel prodeo LP Cipinang. Penahanannya dilakukan sejak 12 Juni 2008 hingga 1 Juli 2008.

Ironisnya, Senin (7/7) lalu, sebelum sidang agenda pembacaan surat dakwaan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Majelis Hakim yang diketuai Lexsy Mamonto dengan Hakim Anggota Makmun Masduki dan Dasniel, pada Jumat (4/7) telah mengalihkan penahanan Kim Hye Yong dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur, menjadi tahanan Kota. Penetapan pengalihan penahanan diterima oleh petugas LP Cipinang, sehingga terdakwa langsung dikeluarkan dari dalam ruang penjara. Sejak itu, terdakwa tidak lagi menghuni LP Cipinang, Jakarta Timur.

Kenyataan terdakwa Kim Hye Yong menghirup udara bebas, karena ketika agenda sidang pembacaan dakwaan digelar, dia tidak diantar dengan kendaraan tahanan (mobil dinas kejaksaan - red), seperti para pesakitan umumnya. Terdakwa datang bersama penasehat hukumnya (pengacara) dan beberapa orang kerabatnya.

Melarikan diri

Usut punya usut, alasan Majelis Hakim mengalihkan penahanan pelaku penipuan tersebut dikarenakan ada penjamin dan uang jaminan. Selain itu, ada jaminan bahwa terdakwa tidak akan melarikan diri dan tidak menghilangkan barang bukti serta menghasut saksi-saksi dalam memberikan keterangan adalah keluarganya. Selain keluarga terdakwa, pengacara dan Konsulat Jenderal (Konjen) Korea juga ikut menjadi penjamin. Bukan hanya orang saja ditetapkan sebagai jaminan, ada uang sebesar Rp 50 juta menjadi jaminan bila sewaktu-waktu terdakwa melarikan diri.

“Justru jaminan dari Konjen itu yang memperkuat terdakwa tidak melarikan diri, sehingga status penahanan dapat dialihkan,“ kata Ketua Majelis Hakim Lexsy Mamonto seraya menyebutkan tak ada pihak lain yang mencampuri kasus ini.

Pantauan Tabloid Sensor, semenjak sidang pembacaan surat dakwaan sampai pemeriksaan saksi pelapor, terlihat terdakwa dan pengacaranya selalu hadir, hingga Senin (14/7) lalu. Bahkan, Kim Hye Yong yang tinggal di Apartemen Taman Raja Jl. Warung Jati Barat I Jakarta Selatan, selalu menggunakan pakaian kemeja lengan panjang dan terlihat rapi sehingga tidak seperti seorang pesakitan umumnya. Biasanya, seorang terdakwa saat hadir dipersidangan selalu menggunakan seragam kemeja putih dan celana warna hitam.

Sejumlah pengunjung sidang kemudian bertanya-tanya, apa karena terdakwa Kim Hye Yong bukan warga negara Indonesia, sehingga tata-tertib yang ada tidak perlu ditaati dan dihormati? Apa memang karena penahanan terdakwa telah dialihkan menjadi tahanan kota, maka kebiasaan menggunakan pakaian hitam putih tidak diwajibkan kepadanya? Bila demikian adanya, perlakuan yang didapat terdakwa Kim Hye Yong sangatlah istimewa, sebab hal seperti itu jarang terjadi terhadap terdakwa lain.

Jika mengacu pada kacamata hukum di Indonesia, perbuatan yang dilakukan Kim Hye Yong diduga telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu pasal 381 KUHP dan pasal 378 KUHP tentang Perbuatan Curang. Perbuatan terdakwa telah menguntungkan diri sendiri, berakibat menimbulkan kerugian terhadap pihak lain secara melawan hukum. Terdakwa juga terancam hukuman pidana penjara paling lama empat tahun.

Untuk itu, seharusnya penahanan terdakwa dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman terdakwa, dengan kewajiban bagi terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan. Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dan pidana yang dijatuhkan. Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan.

Berawal dari klaim


Kasus ini bermula dari PT LIG Insurance Indonesia keberatan dalam pembayaran klaim kebakaran senilai 508.801 dolar Amerika dan Rp2,5 miliar. Dimana bermula ketika PT Indocera Utama Precisi (IUP) terdaftar sebagai pemegang polis dari AHK pada 24 Oktober 2000. Kemudian, asuransi ini oleh AHK direasuransikan lagi kepada LIG Insurance sebesar 48 persen dari total nilai polis yang dibayarkan.

Sekitar empat hari kemudian, terjadi kebakaran pada aset PT Inti Utama Celluloseutama Indonesia (ICUI) di Kampung Asem, Desa Cikande, Banten. Atas peristiwa itu tiba-tiba PT ICI meminta klaim kepada AHK sesuai dengan jumlah polis yang dimiliki IUP. Bersamaan dengan itu, AHK meminta klaim lagi kepada PT LIG Insurance Indonesia dengan alasan sebelumnya sudah ada perubahan pada polis.

PT LIG Insrance Indonesia merasa janggal atas klaim tertanggung itu lalu mengirim surat kepada AHK. Padahal saat mengajukan klaim pada10 November 2000, AHK sama sekali tidak memberitahukan bahwa tanggal 28 Oktober 2000, aset PT ICI telah terbakar. Atas kejadian tersebut, pihak LIG Insurance Indonesia lalu mengadukan terdakwa ke Mabes Polri dan terdakwa sempat masuk DPO.

Dalam surat dakwaan JPU Yeni Trimulyani dan Erni Maramba menyebutkan, perbuatan itu dilakukan sekitar November 2000 di kantor PT LIG Plaza BII, Jalan MH Thamrin No 51. Sebelumnya PT AHK menawarkan kepada PT Indocera Utama Precisi untuk masuk ausransi. Setelah disetujui, PT AHK mengasuransikan atau reasuransi Fakultatif Property All Risk Insurance dengan teratanggung PT IUP.

Belakangan setelah disetujui ada kesalahan polis yang tertanggung adalah PT Inti Celuloce Utama (ICI) bukan PT IUP. Ketika terjadi kebakaran di PT ICI pada 30 Oktober 2000, polis auransi masih saja ada kesalahan. Apalagi, masalah kebakaran ini tidak segera diberitahu kepada PT LIG Insurance Indonesia.

Belakangan PT AHK mengklaim pembayaran asuransi kepada PT LIG Insurance Indonesia dengan sejumlah fakta dari tertanggung yang disembunyikan terdakwa. Akibatnya PT LIG yang harus bertanggung jawab atas klaim kebakaran tersebut sebesar 48 persen dari 23,8 juta dolar AS lebih yakni 413,3 ribu dolar AS dan Rp247 juta lebih.

Terungkap pula, karyawan perusahaan cat PT. Inti Cellulose Utama Indonesia, mengakui perusahaannya memalsukan tanggal kejadian kebakaran. Hal ini dikatakan terdakwa Murdito, kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Serang, Kamis (15/1/2004) silam. "Saya tinggal di mess perusahaan, jadi yang saya lihat ada kebakaran itu tanggal 4 Oktober dan 24 Oktober 2000," kata mantan Staf Umum PT ICUI berlokasi di Cikande, Serang ini.

Namun Murdito mengaku mendapat perintah dari terdakwa lainnya, Setyo Adi yang mantan Direktur Utama PT ICUI. Setyo memerintahkannya untuk mengurus Surat Keterangan Kebakaran ke kantor Desa Cikande dan Dinas Pemadam Kebakaran Serang agar tanggal kebakaran dibuat menjadi 28 Oktober 2000. Alasannya surat itu untuk rapat direksi. "Ya saya lakukan saja perintah itu," kata Murdito.

Sementara terdakwa Setyo mengaku tidak tahu persis tanggal kejadian kebakaran tersebut. Dia mengaku diperintahkan oleh Supandi, Komisaris Utama PT ICUI, untuk mendapatkan dokumen kejadian kebakaran tanggal 28 Oktober 2000. "Saya baru tahu tanggal kebakaran itu setelah diperiksa di Mapolwil Banten awal Maret 2003 lalu," kata Setyo. Selain itu, Surat Laporan Polisi Polsek Cikande yang menyebut kebakaran terjadi tanggal 28 Oktober ditandatangani Kapolsek, Inspektur Satu Supriyatno di pabriknya.

Pengadilan Negeri Serang menyidangkan kasus dugaan klaim asuransi fiktif PT ICUI terhadap PT Asuransi Hanjin Korindo Jakarta. Berdasarkan informasi, PT. ICUI sejak 27 Oktober 2000 menjadi tertanggung asuransi PT AHK mengaku mengalami kebakaran pada 28 Oktober 2000. Perusaan cat tersebut kemudian menuntut ganti kerugian senilai US$ 6,8 juta atau sekitar Rp 65 milar kepada PT AHK Jakarta.

Namun PT AHK mencurigai klaim perusahaan penghasil cat tersebut. Pihak asuransi kemudian melakukan investigasi dilapangan tentang kebenaran kejadian kebakaran tersebut. Hasilnya disimpulkan bahwa PT ICUI merekayasa tanggal kejadian kebakaran yakni dari 24 Oktober menjadi 28 Oktober.

Merasa klaimnya ditolak, PT ICUI menggugat perdata melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan berhasil memenangkankannya. Pihak asuransi yang merasa putusan tersebut merugikan dan tidak sesuai dengan fakta, melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, serta meneruskan laporan kasus pidananya ke Pengadilan Negeri Serang. Kini, Direktur PT Asuransi Hanjin Korindo Jakarta terdakwa Kim Hye Yong duduk menjadi pesakitan karena menipu mitra bisnisnya PT LIG Insurance Indonesia. (8) simon leo siahaan

NASIB TRAGIS WILIARDI WIZAR

Nasib Wiliardi Wizar benar-benar tragis. Harapannya untuk menjadi perwira berpangkat jenderal akhirnya pupus, karena terseret kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri akhirnya mencopot jabatan Wiliardi Wizar sebagai Kepala Subbidang Pariwisata di Direktorat Pengamanan Obyek Khusus, Badan Pembinaan dan Pengamanan, Mabes Polri. "Ya, sudah tidak ada," kata Kapolri, Rabu (6/5), seusai meresmikan Gedung Pertemuan Astagina di Mabes Polri. 
Benar-benar tragis, karena dia merupakan salah satu pentolan Mabes Polri yang bakal menduduki kursi pimpinan. Karirnya pun melejit seiring dengan kapabiltasnya sebagai professional polisi. 
Namun, tiba-tiba nama Wiliardi Wizar menjadi perhatian publik karena disebut-sebut terlibat dalam kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Bukan itu saja, dia juga diduga berperan sebagai penghubung dan pencari para eksekutor di lapangan. Apalagi, dia juga datang ke rumah tersangka lainnya, Sigid Haryo Wibisono, Komisaris Utama PT Pers Indonesia Merdeka, di Jalan Pati Unus, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, bersama Ketua Nonaktif KPK Antasari Azhar, untuk mengatur rencana pembunuhan itu. 
Malah, dalam "proyek" pembunuhan itu, Wiliardi menerima dana Rp500 juta dari Sigid, Dia juga dijanjikan akan dibantu untuk naik pangkat dan jabatan. Namun, informasi lain menyebutkan, mantan Kapolres Jakarta Selatan mau membantu karena atas permintaan Antasari Azhar.
Kini, Wiliardi Wizar sudah menjadi penghuni tahanan di Mako Brimob, Kelapa Dua Depok. Dia ditangkap empat hari sebelum pemeriksaan terhadap tersangka Antasari. "Kita tegas-tegas saja. Kalau masih ada anggota Polri yang terlibat, apa pun pasti kita tindak,” kata Bambang Hendarso Danuri.

Hukuman Mati
Selanjutnya, lulusan Akpol tahun 1984 itu menghitung hari atas nasibnya. Tak ada cara lain, karena dia juga terancam diberhentikan dengan tidak hormat dari kepolisian. Malah, jika semula ditangani Propam, saat ini diserahkan pada penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Proses Wiliardi Wizar sama dengan delapan tersangka lainnya.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, dia melanggar Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). “Isi pasalnya membantu melakukan kejahatan yang diatur dalam Pasal 340 KUHP tentang menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja dan direncanakan lebih dulu. Dengan ancaman pidana hukuman mati,” jelas Susno.
Sedangkan Juru Bicara Polri Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira menambahkan, untuk pembelaan, Wiliardi berhak memilih pembela. “Kalau anggota terserah dia (Wiliardi), mau bergabung dengan pengacara AA (Antasari Azhar) silahkan, tapi secara institusi Polri menyiapkan juga.” Katanya.
Mengenai alasan Wiliardi membantu Antasari Azhar dalam pembunuhan itu masih diselidiki. Mengenai kabar alasan Wiliardi membantu pembunuhan karena ingin naik pangkat, menurutnya salah jalur. “Kalau polisi ingin naik pangkat melalui proses penilaian Dewan Kebijakan Tinggi.” Yang pasti, kata Abubakar, dia mengenal AA secara personal. “Hubungan pertemanan.”

Sosok Wiliardi
Williardi Wizard mulai dikenal sejak menjabat Kapolres Tangerang tahun 2001 - 2002. Saat menjabat pria yang memilih berkarier dibidang Reserse ini menorehkan sejumlah prestasi. Salah satunya adalah terbongkarnya pabrik ekstasi terbesar di Indonesia milik Ang Kim Soei pada bulan April 2002.
Pabrik ini mampu memproduksi 150 ribu ekstasi per hari. Karier Williardi Wizard semakin cemerlang saat menjabat Kapolres Metro Jakarta Selatan tahun 2005 hingga 2007. Selama itu berbagai prestasi ia capai, salah satunya kasus penggelapan ratusan kendaraan bermotor.
Kasus lainnya yang ikut melambungkan nama Kombes polisi Williardi Wizard adalah kerusakan rumah Mayangsari oleh Halimah dan kedua anaknya tahun 2006 lalu. Karier pria kelahiran Sibolga, 22 Maret 1960 ini terus melesat. Tahun 2007 jabatan Kapolres Jakarta Selatan ia lepas, karena harus mengikuti Sekolah Staff Perwira Tinggi (Sespati).
Rencananya bulan Juli mendatang, pria lulusan Akabri tahun 1984 ini dipromosikan menjadi salahsatu direktur di Mabes Polri dengan pangkat bintang satu. Namun nasib berkata lain, Williardi Wizard harus berurusan dengan divisi profesi dan pengamanan Polri karena dugaan keterlibatannya dalam pembunuhan Dirut PT. Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. 
Kini, rumah Williardi Wizard, dikawasan Curug, Tangerang dijaga kepolisian. Anggota polisi telah mendatangi rumah Kombes Williardi untuk melakukan pendataan. Semenjak dirinya di tetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus pembunuhan Nasrudin, kediamannya terus dipantau pihak kepolisian. Sayangnya pihak kepolisian tidak berhasil masuk karena kondisi rumah dalam keadaan terkunci.
Rumah berlantai dua ini memiliki dua gerbang besar yang tertutup rapat dengan dua anjing penjaga. Sejumlah kendaraan pribadi milik Kombes Williardi Wizard terparkir di halaman, juga beberapa sepeda motor di parkir disekitar pos penjagaan. Sejumlah warga sekitar membenarkan rumah mewah ini merupakan milik Kombes Williardi Wizard, mantan Kapolres Jakarta Selatan. sofyan hadi, simon leo siahaan