Selasa, 28 Juli 2009

ADU HEBAT JAKSA DAN POLISI

Korps Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia sedang adu hebat mempertahankan prinsip. Sayang, perseteruan ini terkesan tertutup dan mengabaikan kepentingan publik.


Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menolak surat permohonan perpanjangan masa tahanan terhadap duacJaksa Penuntut Umum (JPU) Ester Thanak dan Dara Veranita, yang dilayangkan Direktorat Narkoba Polda Metro, terkait kasus penggelapan barang bukti 334 butir ekstasi. Itu sebab, polisi kemudaqin memgeluarkan tersangka jaksa itu dari tahanan, serta pasrah jika kedua jaksa itu akan memperkarakannya ke pengadilan lewat melakukan gugatan praperadilan. 
Menurut sumber penyidik, penolakan tersebut adalah atas perintah Jaksa Agung. Padahal, pihak penyidik Direktorat Polda Metro Jaya telah mengirimkan surat permohonan perpanjangan masa tahanan 10 hari yang lalu. Ester dan Dara sendiri resmi ditahan sejak 23 Maret.
 Meski demikian, penyidik mengatakan, penyidikan terhadap keduanya masih terus dilanjutkan. Namun dengan adanya penolakan perpanjangan masa tahanan tersebut, kata penyidik, hal tersebut beresiko dihentikannya penyidikan. Lebih lanjut penyidik mengatakan, penolakan perpanjangan masa tahanan Ester dan Dara memiliki unsur kesengajaan. 
Hal tersebut dilakukan agar penyidikan terhadap keduanya dihentikan dan kedua jaksa 'nakal' itu dilepaskan dari jeratan hukum. Ester dan Dara diduga telah menggelapkan barang bukti 343 butir pil ekstasi sitaan terdakwa Muhamad Yusuf alias Kebot. JPU Ester kemudian menjual barang tersebut kepada Aiptu Irvan, seorang angota Polsek Pademangan, Jakarta Utara.
 Kasus ini sendiri terbongkar setelah tertangkapnya seorang petugas sipil di Polsek Pademangan, Zaenanto beberapa bulan lalu. Zaenanto dan Irvan sendiri telah ditahan beberapa bulan lalu. Sedangkan, Kejaksaan Agung mempersilahkan polisi memproses hukum dua jaksa Ester Tanak dan Dara Veranita, yang diduga menjual barang bukti ratusan butir narkoba. 
Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was), Hamzah Tadja, menilai Ester dan Dara telah lalai dalam menjalankan tugas. Kelalaian dimaksud adalah tindakan keduanya membawa barang bukti lalu memberikannya kepada oknum polisi. Seharusnya, usai persidangan, ratusan butir narkoba yang jadi barang bukti tersebut dikembalikan ke tempat penyimpanan barang bukti. 
 Pemeriksaan internal terhadap Ester dan Dara, kata Hamzah Tadja, sudah lengkap. Kini, kedua jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara itu, yang pernah ditahan dan kini sudah dilepas dari rumah tahanan narkoba sudah menghirup uidara bebas.
 Begitu polisi melakukan penahanan, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung M. Jasman Panjaitan, mengatakan Kejaksaan mempertimbangkan sanksi pemberhentian kepada Ester dan Dara. Sanksi yang akan dijatuhkan semakin jelas. 

Penolakan penahanan

Sedangkan, penolakan perpanjangan penahanan jaksa Ester Thanak dan Dara Veranita yang diduga terlibat kasus penggelapan narkoba, oleh Kejaksaan Agung bukan berarti tidak adanya keharmonisan koordinasi dengan pihak kepolisian. Hal ini hanya perbedaan persepsi saja.

 "Kalau terjadi perbedaan pendapat bukan berarti tidak harmonis. Ini hanya perbedaan persepsi antara penyidik dan penuntut umum," terang Kapuspenkum Kejaksaan Agung M Jasman Panjaitan, Kamis (16/4).
 Mengenai penolakan perpanjangan penahanan terhadap kedua jaksa itu, kata Jasman, dikarenakan penuntut umum menginginkan penyidik meminta ijin langsung ke Jaksa Agung. Penyidik jawab saja tidak perlu hal itu," tukasnya. Jasman menginginkan hal ini tidak perlu diperpanjang. Karena masih ada hal yang penting lainnya dengan mengedepankan kepentingan publik. Kejagung tetap pegang komitmen," pungkasnya.
Sementara itu, di mata Amir Hasan Ketaren, perbuatan jaksa nakal Ester dan Dara semakin menurunkan wibawa dan citra Kejaksaan. Ketua Komisi Kejaksaan itu sudah berharap pimpinan Kejaksaan khususnya di unit masing-masing memperkuat peran kontrol dalam penanganan barang bukti. 
Apalagi ini bukan kejadian pertama jaksa nakal tersangkut kasus narkoba dan penghilangan barang bukti. Komisi Kejaksaan dan Pimpinan Kejaksaan Agung sudah berkali-kali mengingatkan jaksa di lapangan agar tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum. 
 Karena itu, Amir Hasan Ketaren juga mempersilahkan aparat penegak hukum untuk melanjutkan proses. Jika menemukan cukup bukti, penanganannya tak hanya sekedar pelanggaran kode etik. Penyidik akan lebih tahu apakah kasus ini muncul karena kelalaian atau kesengajaan. 
Tetapi kalau memang cukup bukti, kasusnya harus dibawa ke pengadilan. “Apabila telah cukup bukti tentu dibawa ke pengadilan. Kita tunggu bagaimana putusan pengadilan,” ujarnya kepada wartawan.. 

Barang bukti

Jika kelak pengadilan menyatakan Ester dan Dara bersalah, dan putusannya sudah berkekuatan hukum tetap, Amir setuju keduanya diberhentikan secara tidak hormat. Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan FH UI, Hasril Hertanto, sependapat dengan Amir Hasan jika Ester dan Dara terbukti bersalah dan dihukum lebih dari lima tahun penjara.

Proses ke pengadilan adalah jalan yang harus dilalui. Sebab, perbuatan Ester dan Dara diduga kuat sudah melanggar kode etik jaksa dan disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kalau terbukti mengedarkan dan menyelundupkan barang bukti, “harus dipecat dari fungsional dan PNS”. 
Hukuman paling ringan adalah pencopotan sebagai jaksa, sementara pangkatnya sebagai PNS diturunkan. Sejak Senin (23/3) lalu, Ester dan Dara masih ditahan di Polda Metro Jaya. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka. Sementara seorang jaksa bernama Sofie Marissa masih berstatus saksi. 
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung, dalam melakukan pemeriksaan terhadap jaksa, Kepolisian harus mendapatkan izin dari Jaksa Agung. 
Pasal ini merumuskan: “Dalam hal melaksanakan tugas, jaksa diduga melakukan tindak pidana, maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung”. 
Sedangkan, puluhan kader Forum Komunikasi Putra-Putri ABRI (FKPPI) Jawa Barat mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Barat di Jalan RE Martadinata, Bandung, Jawa Barat. Mereka menuntut Jaksa Agung Hendarman Supandji memperpanjang penahanan dua jaksa yang terlibat kasus penjualan barang bukti narkoba, Jaksa Ester Thanak dan Dara Veranita.
 Koordinator Satgas Anti Narkoba FKPPI Jabar Torkis Parlaungan Siregar menegaskan, seharusnya Jaksa Agung tidak seolah-olah melindungi anak buahnya. "Jaksa seharusnya menjadi contoh dalam penegakan hukum khususnya kasus narkoba, ini malah memperjualbelikan barang tersebut," tegas Torkis dalam orasinya, Jumat (17/4).
 Seharusnya, kata dia, Jaksa Agung memperhatikan serius kinerja anak buahnya. Jangan sampai masalah ini menjadi bias yang akhirnya dibebaskan, "Jaksa nakal itu harus ditahan bukannya dibebesakan. Kejaksaann Agung harus mengungkap kasus ini," tandasnya.
 Dalam menjalankan aksinya, mereka membawa poster yang berisi kecaman agar Jaksa Agung membuktikan janjinya memenjarakan jaksa nakal. Poster yang dibawa mereka antara lain bertuliskan, "Narkoba mustahil bisa diberantas kalau oknum-oknum jaksa nakal ikut bermain". Aksi tersebut juga mendapt pengawalan ketat dari aparat Polresta Bandung Tengah dan berakhir dengan tertib. (8) simon leo siahaan


------------------------------------------------ BOX ----------------------------------------

Jaksa Nakal, Terima Suap

Bukan hanya kasus penggelapan narkoba yang menjerat dua tersangka Jaksa nakal Ester Thanak dan Dara Veranita. Kedua JPU itu juga diduga menerima uang pelicin perkara dari seorang pengusaha restoran di Ancol bernama Rosmini (39).
 Merasa ditipu kedua tersangka karena perkaranya tak kunjung dihadapkan ke meja hijau, Rosmini kemudian mendatangi Tahanan Narkoba Direktorat Polda Metro Jaya. Rosmini lalu menceritakan kejadian yang berpangkal dari pelaporannya di Polsek Pademangan, Jakarta Utara tahun 2007 lalu.
 "Saya ditipu Ar. Dulu dia meminjam uang saya sebesar Rp 63,5 juta. Sebagai jaminan, dia menyerahkan mobil Daihatsu Xenia kepada saya. Ternyata, mobil tersebut mobil lising," tutur Rosmini di Tahanan Narkoba Polda Metro Jaya, Jum'at (10/4).
 Kemudian dia melaporkan Ar ke Polsek Pademangan, Jakarta Utara. Selama mengurus kasus, ia merasa pihak Kejari Jakarta Utara tidak serius menanggapinya. Kasusnya pun tak kunjung dihadapkan ke meja hijau.
 Rosmini lalu menyerahkan mobil tersebut ke Polsek Metro Pademangan karena tidak mau ribet. Lalu pada Oktober Kemudian 2008, ia mendapat panggilan dari Polres Metro Jakarta Utara.
 "Tapi kok malah saya yang jadi tersangka justru karena pengaduan Ar. Saya dituduh mencemarkan nama baik Ar," ungkapnya.
 Beberapa kali, dia mengaku sempat di BAP sebagai tersangka dari jam tujuh pagi sampai jam satu malam. Namun, setelah ia menunjukkan dua kwitansi peminjaman uang yang ditandatangani Ar, polisi baru percaya bahwa ia adalah korban.
Kemudian ia bertemu dengan Ester dan Dara. Dara dan Ester menjanjikan Rosmini untuk dibantu menuntaskan kasus tersebut asal, Rosmini menyerahkan uang pelicin sebesar Rp 20 juta.
 Rosmini kemudian tertarik dengan tawarannya. Namun, karena Rosmini hanya memiliki uang Rp 5 juta, kemudian dia menyerahkan uang tersebut sebagai uang muka. Ester kemudian menerima uang tersebut. "Tapi sisanya dibayar setelah kasus tuntas ya?" kata Rosmini menirukan Ester.
 Tiga hari setelah ia menyerahkan uang tersebut, Rosmini menerima kabar dari media massa bahwa kedua jaksa diduga terlibat kasus Narkoba. "Saya terus terang takut kebawa-bawa kasus ini. Oleh karena itu lebih baik saya minta kembali uang saya sebesar Rp 5 juta yang saya berikan kepada Jaksa Ester," ucap Rosmini.  (8) simon leo siahaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar