Selasa, 28 Juli 2009

Menggelontorkan Air 2,1 Juta Kubik

Nama danau Situ Gintung mendadak terkenal. Sudah 40-an orang tercatat tewas, masih angka sementara, menyusul jebolnya tanggul situ atau danau itu, Jumat (27/3) dini hari.

Selama ini, Situ Gintung hanya dikenal masyarakat Jakarta dan Tangerang sebagai salah satu tempat wisata alam dengan pemandangan danau. Letak danau ini memang di dekat perbatasan Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan, yaitu di Cirendeu, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan.
Suasana alam terasa begitu masuk ke kawasan wisata seluas lima hektar yang merupakan bagian dari seluruh luas danau sekitar 21,4 ha ini. Lahan parkirnya dipenuhi pohon palem dan kelapa. Area tamannya juga banyak ditumbuhi pohon tinggi sehingga terasa seperti di daerah pegunungan.
Danaunya sendiri sesungguhnya tidak kelihatan bagus, danau terus mengalami proses pendangkalan atau sidementasi. Berdasarkan data dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane, luas Situ Gintung semula mencapai 31 hektar. Namun, karena proses pendangkalan sekarang luasnya tinggal 21,4 hektar.
Pada akhir pekan dan hari-hari libur, lokasi ini biasanya ramai pengunjung. Bagi warga Jakarta yang kekurangan ruang terbuka hijau, berada di sini memang akan memberi suasana lain: alam hijau, semilir angin, dan danau. 
Tujuan utama orang ke sini bukan danaunya, tetapi taman rekreasi yang dilengkapi fasilitas kolam renang, gazebo dengan pemandangan danau, area outbound, serta motor dan motor ATV.
Tiket masuknya tergolong murah, hanya Rp 5.000, meski untuk menikmati aneka fasilitas yang ada pengunjung masih harus mengeluarkan biaya lagi. Untuk pemakaian banana boat, misalnya, pengunjung masih harus membayar Rp 50.000/trip, lapangan tenis Rp 25.000/jam, main motor atau mobil ATV bayar lagi Rp 5.000 per beberapa putaran.
Atau, kalau mau mencoba permainan outbound bayar lagi, dengan pilihan paket mulai Rp 25.000 hingga Rp 35.000. Kalaupun hanya membayar tiket masuk, bermain di area kolam renang sudah cukup memuaskan karena dilengkapi berbagai permainan.
Itulah Situ Gintung sebelum jebol. Sekarang, Situ Gitung adalah tragedi. Tanggulnya yang jebol sekitar 30 meter dan serta-merta menggelontorkan air bah sekitar 2,1 juta meter kubik. Kapasitas tampung danau itu memang sejitar 2,1 juta meter kubik, tetapi hujan deras yang terjadi Kamis sore pukul 16.00-20.00 kemarin menyebabkan danau tak mampu menampung air. 
Menurut Kepala Balai Besar Wilayah Ciliwung-Cisadane Pitoyo Subandrio, sekitar satu juta meter kubik air terpaksa mengalir melalui bibir tanggul dan pelan-pelan mengikis tanggul. 
Gerusan air yang terus-menerus ditambah dengan rapuhnya tanggul yang dibangun pada zaman Belanda itu menyebabkan tanggul perlahan-lahan longsor di bagian bawah sehingga tanggul makin tak kuat. Akhirnya, sekitar pukul 02.00, tanggul jebol dan menggelontorkan jutaan kubik air. Akibatnya, puluhan jiwa melayang, ratusan rumah warga hanyut, dan ribuan rumah lainnya di kawasan Ciputat dan Bintaro tergenang banjir.
 Pitoyo Subandrio menambahkan selama ini banyak orang salah persepsi mengira Situ Gintung adalah danau. Padahal Situ Gintung adalah bendungan kecil. Bendungan ini dibangun sejak jaman Belanda.
Keberadaan tanggul Situ Gintung belum pernah sekalipun direnovasi. Tanggul ini dibangun sejak zaman Belanda.
Menurut Informasi Kepala Balai Besar Wilayah Cidurian dan Sungai Cisadane Provinsi Banten, Joko Suryanto mengatakan, sejak zaman Belanda belum sekalipun tanggul direnovasi. “Biasanya hanya dilakukan pengerukan saja. Itu terakhir dilakukan tahun 2008 oleh Pengairan Departemen Pekerjaan Umum,” kata dia kepada wartawan, Jumat (27/2).
Nama Situ Gintung tidak pernah diubah sejak pertama tanggul dibangun oleh pemerintah Belanda, usia bendungan Situ Gintung rupanya sudah mencapai 76 tahun. Bendungan dibangun sejak jaman Belanda pada tahun 1933. Situ yang memiliki luas 31 hektare dengan kedalaman 10 meter ini awalnya diperuntukkan bagi sistem pelimpahan dan penampungan air hujan.
Menurut warga sekitar, mereka telah meminta perbaikan tanggul sejak tiga tahun lalu. Saat itu, air di Kali Pesanggrahan meluap dan menyebabkan banjir di kawasan sekitar. Situ Gintung pernah dijadikan tempat wisata. Kawasan seluas 150 hektare tersebut akhirnya menyempit. Keberadaan rumah-rumah di sekitar Situ juga tidak dilarang. 
Sayangnya, kawasan Situ sudah lama tidak diperhatikan oleh Pemerintah Tangerang. Debit air yang deras, menyebabkan jebolnya tanggul Situ Gintung. Apalagi, kontur tanah di sekitar kawasan tersebut sangat curam, sehingga menyebabkan tanah longsor setelah diterjang air bah dari limpahan Situ Gintung. (8) simon leo siahaan


-------------------------------------------- BOX ---------------------

Ikan Patin 50 kilogram

Sementara itu
sebuah peristiwa yang sulit dipercaya dengan akal sehat terjadi di tengah tragedi jebolnya tanggul Situ Gintung di Cirendeu, Ciputat, Tangerang. Satu buah Alquran ditemukan di atas meja yang penuh air dan lumpur, dalam keadaan kering.
Alquran tersebut ditemukan di atas meja di ruang Sekretariat Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Saat ditemukan, Alquran tersebut dalam keadaan kering sedangkan meja sudah terendam air dan lumpur.
Pantauan di lokasi, Jumat (27/3), sejumlah barang seperti meja, televisi, dan komputer terhempas air dan lumpur. “Sejarahnya Alquran ini merupakan hadiah dari Kedutaan Arab Saudi pada tahun 1990-an lalu. Memang Alquran ini sering digunakan para dosen,” kata salah satu dosen UMJ Yati Suyati. 
Alquran berukuran besar dan berwarna hijau itu saat ini telah diamankan di tempat yang lebih aman. Subhanallah… Inikah mukjizat yang diperlihatkan Allah kepada kita sekarang ini?
Tak hanya Alquran yang selamat dari derasnya air bah Situ Gintung. Sebuah masjid yang berada di lokasi jebolnya tanggul bernasib serupa. Masjid Al Barkah namanya, tetap kokoh berdiri. Terletak di Rt04/08, Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat. Masjid ini berada tepat di tengah-tengah pemukiman warga. 
Ajaibnya, terjangan air bah dan lumpur tidak membuat rumah ibadah itu roboh. Padahal pemukiman di sekitar masjid luluh lantak dihantam banjir jebolnya tanggul Situ Gintung.  
Di lokasi bencana, hanya sedikit tembok bangunan masjid itu saja yang tampak rusak. "Masjid ini biasa dipakai warga sekitar, khususnya yang dari Aceh untuk salat dan pengajian," kata Leni (37) warga sekitar.
Leni menuturkan, rumah adiknya yang berada di dekat masjid roboh, juga dengan bangunan di sekitarnya. Padahal sama-sama terbuat dari tembok. Di sekitar masjid, hanya tampak timbunan lumpur yang terlihat. Sajadah dan karpet yang berada di dalam tampak basah dan terkotori lumpur. "Masjid ini sudah berdiri sekitar 5 tahunan," tambahnya.
Keanehan lainnya ditemukan, ikan patin seberat kurang lebih 50 kg juga turut ditemukan di dekat tanggul Situ Gintung menjadi primadona dadakan. Kemungkinan ikan raksasa penghuni Situ Gintung itu akan dimasak dan disantap bersama-sama.
Setelah ditemukan di sungai, ikan berukuran panjang 1 meter dan lebar 40 cm itu lantas dibawa ke posko STIE Ahmad Dahlan. Di sana anggota tim SAR yang terdiri sekitar 20 orang lantas berpose untuk foto bersama ikan malang tersebut. Warga menyebut ikan itu sebagai penghuni Situ Gintung.
Sebenarnya, para anggota Tim SAR belum memutuskan akan diapakan ikan itu. Namun ada usulan agar ikan tersebut dimasak untuk disantap ramai-ramai. "Kita nggak tau mau diapain. Tapi buat makan-makan kenyang juga nih," ujar Agus, salah satu anggota tim SAR, saat ditemui di posko STIE Ahmad Dahlan, Cireundeu, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (27/3). Tim SAR sendiri selain menemukan ikan patin raksasa juga menemukan ikan mas seberat 4 kg.
Peristiwa tersebut terjadi saat Ikmal Ramdhan dan Iman, anggota tim SAR sedang menyisir reruntuhan di RT4/8 pukul 16.00 WIB. Saat itu, Ikmal melihat gerakan di antara reruntuhan rumah.
"Saya kira awalnya ada manusia yang selamat, namun saat didekati ternyata ikan patin berukuran besar. Karena berat, saya meminta bantuan Iman untuk mengangkat," kata Ikmal kepada wartawan di lokasi reruntuhan, Cirendeu, Tangerang, Jumat (27/3).
Setelah diangkat, lanjut dia, ikan tersebut berukuran panjang 1,5 meter dengan berat 50 kilogram. Ikan dengan tekstur mayoritas putih dan sirip merah itu kemudian ditaroh di ember. Ikan ini menjadi perhatian dan tontonan warga. Pasalnya, ikan berukuran besar ini sangat jarang terlihat warga. "Ini kayaknya 'penghuni' Situ Gintung deh," celetuk salah seorang warga. (8) simon leo siahaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar