Jumat, 31 Juli 2009

Memburu Aset Robert Tantular

Kerja keras kepolisian memburu dana nasabah Bank Century yang disimpan Robert Tantular di luar negeri membuahkan hasil. Sedikitnya, sudah Rp 12,5 triliun yang sudah terkumpul, sementara sisanya masih dalam pelacakan.

Sedikit demi sedikit, kepolisian kembali menemukan aset Robert Tantular di Hong Kong sebanyak Rp2,5 triliun. Jika ditotal dengan penemuan pada pertengahan Mei lalu, berarti sudah Rp 12,5 triliun terkumpul. Diduga, harta itu berasal dari kasus penggelapan dana nasabah bank Century. 

Kasus Robert sendiri sudah mulai digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak akhir Mei lalu. Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Sugeng Riyono, mantan komisaris utama dan pemilik Bank Century itu didakwa melakukan kejahatan perbankan dan diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Susno Duadji mengatakan harta itu diketahui sebagai hasil kejahatan Robert di PT Bank Century Tbk dan PT Antaboga Delta Sekuritas. Di Bank Century, menurut dia, terdakwa melakukan penyimpangan kredit, sedangkan di Antaboga menyelewengkan dana nasabah. "Nilai penyimpangan dan penyelewengan di dua tempat itu Rp 8-9 triliun," kata Susno di Jakarta, pekan lalu.

Menurut Susno Duadji, aset yang ditemukan di Hong Kong bukan hanya milik Robert, 
tapi juga milik dua pemegang saham Bank Century Hisyam dan Rafat. Mereka adalah dua warga negara asing yang hingga saat ini masih buron. Sementara aset yang di Jersey sepenuhnya milik Robert Tantular, namun dikelola orang lain.

Jaksa Agung Hendarman Supandji menambahkan, kejaksaan hingga saat ini masih mengajukan klaim ke negara-negara tempat Robert menyimpan dananya. "Setelah dapat, akan langsung dimasukkan ke rekening resmi milik negara."

Dia menjelaskan, Robert dijerat dengan Undang-Undang Perbankan, yang sifatnya berbeda dengan kasus tindak pidana korupsi. Dalam undang-undang itu, pelaku harus membayar denda atau subsider tapi tidak membayarkan uang pengganti.

Kasus yang masih ditelusuri saat ini, menurut Hendarman, adalah dugaan pencucian uang yang dilakukan Robert Jika ditemukan bukti; bisa langsung dijerat dengan dakwaan pencucian uang. 

Pada rapat koordinasi antarlembaga pada awal Juni lalu, Departemen Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, kepolisian, serta kejaksaan sepakat membentuk tim untuk memburu aset-aset Bank Century yang tersebar di dalam dan luar negeri.

Kepala PPATK Yunus Husen menggambarkan beberapa cara Robert dalam melarikan uang, yakni pindah tempat tinggal, membuat anak perusahaan yang berlokasi di wilayah Tax Haven, atau Trust Company (kendaraan usaha). Tax Haven adalah negara dengan pajak rendah, dengan situasi stabilitas stabil. Biasanya sebagai negara kecil, namun mempunyai keterkaitan dengan negara besar.

Mencapai 16,5 juta dollar AS

Salah satu contoh negeri jenis ini adalah Pulau Jersey, yang berlokasi di Eropa bagian barat. Jersey adalah bekas jajahan Ingris yang dikelola teritori yang terpisah dari Inggris. Markas Besar Kepolisian menemukan aset Robert di Jersey mencapai 16,5 juta dolar Amerika, atau setara Rp 165 miliar. Bahkan polisi juga sudah memblokir aset Robert yang ada di Hong Kong sekitar Rp 10 triliun.

Selain Pulau Jersey, Robert juga mempunyai bisnis di Singapura, Mauritius, British Virgin Island, Cina, Pakistan, dan Arab. Bisnis berjalin berkelindan dengan nama Chinkara.

Keluarga Tantular
Kisah bermula dari keluarga Hasjim Tantular, yang mendirikan PT Bank CIC Internasional Tbk (Bank CIC) pada Mei 1989. Bank CIC (Century Intervest Corporations) mulai beroperasi sebagai Bank Umum pada tahun 1990, lantas meningkatkan statusnya sebagai Bank Devisa pada tahun 1993.

Bank CIC resmi menjadi Bank Publik pada 25 Juni 1997, pada saat melakukan Penawaran Umum atau Initial Public Offering (IPO), dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Bank yang kemudian dijalankan Robert Tantular ini, juga memiliki hubungan erat dengan Bank Central Dagang, yang dikendalikan kakak Robert, Hovert Tantular. 

Bank Central Dagang (BCD) berantakan karena terkena likuidasi pada depresi ekonomi 1998 silam. Sedangkan CIC juga sempat berhubungan dengan PT Great Rivers Industry, yang ditangani Sunyoto Tanudjaja, dan pernah membuat heboh karena obligasi korporatnya berantakan. Lantas pada 22 Oktober 2004, PT Bank CIC Internasional Tbk telah melakukan merger dengan PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank Pikko Tbk, dan berganti nama menjadi Bank Century. (8) simon leo siahaan

-----------------------------------------------------------

Dikenal Banyak Akal

Robert Tantular dikenal banyak akal. Sekitar tahun 2002, ada fasilitas kredit luar negeri PL-416 senilai 24 juta dolar Amerika yang macet di tiga koperasi, yakni Inkud, Inkopti, dan IKKU. Robert membantah dan menuding anak buahnya Ruddy Tri Santoso, bekas Direktur Luar Negeri CIC, yang bertanggung jawab atas kasus tersebut, termasuk soal deposito palsu.


Namun ketika dikonfirmasi, Ruddy menjawab, “Semua yang saya lakukan atas perintah Robert. Meski sudah tidak lagi menjabat direktur utama, perannya sangat menentukan. Saya memegang surat kuasa dari Robert yang menyatakan segala tindakan saya harus sesuai dengan perintah Robert. 

Dalam setiap dokumen transaksi, Robert selalu menuliskan perintahnya dan distempel khusus. Kedelai yang dijual ke tiga koperasi melalui program PL-416 juga jelas-jelas milik Robert.

Terlepas dari siapa yang benar, Ruddy memang pada akhirnya masuk bui. Dia sempat ditahan di LP Cipinang. Dan ketika dijenguk di penjara, Ruddy berkali-kali bersumpah bahwa apa yang disampaikan itu benar-benar atas perintah Robert.

Masalah lain pernah membelit Robert. Pada 17 Mei 2006, ia diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia dimintai keterangan terkait kasus pembelian sertifikat deposito PT Unibank Tbk dalam bentuk dolar Amerika, yang dilakukan Bank CIC. Belakangan, kasus ini terkenal dengan kasus “NCD Bodong”.

Saat di KPK, ia menjelaskan bahwa Bank CIC tak terkait dengan kasus tersebut. Karena menurut pengakuannya, Bank CIC hanyalah menjalankan instruksi dari PT Bhakti Investama dan PT Unibank. Entah bagaimana duduk soal bisnis di antara tripartit itu. Yang jelas, Robert dicecar keras soal pertemanannya dengan Harry Tanoesudibyo ketika bersekolah di Kanada.

Kembali ke kasus Robert dan Century, aparat penegak hukum mesti serius mengejar keterkaitan Robert dengan pemilik saham Century lainnya. Seperti diketahui kepemilikan Bank Century terdiri atas Chinkara Capital Limited sebesar 27,70 persen, Claas Consultant 12,93 persen, dan Outlook Invesment 5,42 persen. Selain itu, Century juga dimiliki oleh UOB Kay Hian sebesar 5,41 persen, CFGL FCC 4,28 persen dan masyarakat sebesar 45,26 persen.

Dibalik keenam pemegang saham tersebut, ada tiga pemegang saham pengendali, yakni Rafat Ali Erizfi, pengusaha keturunan Pakistan, Hesham al Warraq dari Arab Saudi dan Robert Tantular dari Indonesia. Ketiga sekondan inilah yang menguasai surat-surat berharga Bank Century senilai 140 juta dolar Amerika yang disimpan di sejumlah bank di luar negeri. (8) simon leo siahaan
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar